BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi
pertanian merupakan penerapan dari ilmu-ilmu terapan dan teknik kegiatan
pertanian. Secara ilmiah teknologi pertanian merupakan penerapan
prinsip-prinsip matematika
dan ilmu pengetahuan alam dalam rangka pendayagunaan secara ekonomis
sumberdaya pertanian dan sumberdaya alam untuk kesejahteraan manusia.
Falsafahnya teknologi pertanian
merupakan praktik-empirik yang bersifat pragmatik finalistik, dilandasi paham
mekanistik-vitalistik dengan penekanan pada objek formal kerekayasaan dalam
pembuatan dan penerapan peralatan, bangunan, lingkungan, sistem produksi serta pengolahan dan pengamanan hasil produksi. Objek formal dalam ilmu pertanian budidaya reproduksi berada dalam fokus budidaya,
pemeliharaan, pemungutan hasil dari flora dan fauna,
peningkatan mutu hasil panen yang diperoleh, penanganan, pengolahan dan
pengamanan serta pemasaran hasil. Oleh sebab itu, secara
luas cakupan teknologi pertanian meliputi berbagai penerapan
ilmu teknik pada cakupan objek formal dari budidaya
sampai pemasaran.
Bidang teknologi
pertanian secara keilmuan merupakan hibrida dari ilmu teknik dan ilmu pertanian. Sejarah lahirnya ilmu-ilmu
dalam lingkup teknologi pertanian dipicu oleh kebutuhan untuk pemenuhan
pembukaan dan pengerjaan lahan pertanian secara luas di Amerika Serikat
maupun eropa pada pertengahan abad ke-18. Perkembangan pendidikan tinggi teknologi pertanian di Indonesia yang dimulai
awal tahun 1960-an tidak terlepas dari perkembangan pendidikan tinggi teknik
dan dan pertanian sejak zaman pendudukan Belanda yang memang secara
historis meletakkan dasarnya di Indonesia. Perang
dunia I yang terjadi di Eropa telah menyebabkan gangguan hubungan internasional
antara lain, armada sulit untuk masuk ke Samudra Hindia sehingga
tenaga-tenaga ahli yang sebelumnya banyak didatangkan dari Eropa mengalami
kesulitan. Pencetakan tenaga ahli teknik menengah dan tinggi (baik untuk bidang
teknik dan pertanian) menjadi kebutuhan oleh pemerintah Hindia Belanda pada
waktu pendudukan di Indonesia.] Untuk mencukupi kebutuhan tenaga
terampil bidang pertanian, peternakan dan perkebunan yang secara intensif
dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Jawa
dan Sumatra dalam program cultur
stelseels pada awal abad ke-19.
Untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, maka di Bogor
(Buitenzorg) didirikan beberapa lembaga pendidikan menengah untuk bidang
pertanian dan kedokteran hewan, yakni Middlebare
Landbouw Schooll, Middlebare Bosbouw Schooll dan Nederlandssch Indische
Veerleeen Schooll.
1.2 Tujuan
1. mengetahui
definisi teknlogi pertanian
2. mengetahui
teknologi yang diterapkan dalam proses penanaman jenis padi jajar legowo,
metodi SRI dan supra insus.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 JAJAR LEGOWO
Legowo Kata “Legowo” diambil dari bahasa
Jawa yaitu “Lego” dan “Dowo”. Lego artinya luas dan Dowo artinya memanjang.
Legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman
kemudian diselingi oleh satu baris kosong dimana jarak tanam pada barisan
pinggir setengah kali jarak tanam pada baris tengah. Tanam jajar legowo merupakan salah satu komponen PTT padi
yang dapat meningkatkan produksi serta memberikan kemudahan dalam
aplikasi pupuk dan pengendalian organisme penggangu tanaman. Jajar legowo
merupakan cara tanam dengan beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh 1
baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak tanaman pada
baris tengah.
Ada beberapa tipe cara tanam jajar
legowo yang umum dilakukan yaitu ; tipe legowo 2:1; 3:1; 4:1;
5:1; 6:1 dan tipe lainnya. Berdasarkan hasil jajar legowo
terbaik dalam memberikan hasil gabah tinggi adalah tipe 2:1, dapat meningkatkan
produksi padi sebesar 12-22%. Disamping itu sistem Legowo yang memberikan
ruang yang luas (lorong) sangat cocok dikombinasikan dengan pemeliharaan ikan
(mina padi Legowo).
Namun
dari hasil penelitian, tipe terbaik untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi
dicapai oleh legowo 4:1 dan untuk mendapatkan bulir gabah berkualitas dapat
dicapai oleh legowo 2:1. Pengertian jajar legowo 4:1 adalah cara tanam yang
memiliki empat barisan kemudian diselingi oleh satu barisan kosong dimana pada
setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam ½ kali jarak tanam pada barisan
tengah. Dengan demikian, jarak tanam pada legowo 4:1 adalah 20 cm (antar
barisan dan pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan
kosong). Pengertian jajar legowo 2:1 adalah cara tanam yang memiliki dua
barisan kemudian diselingi oleh satu barisan kosong, dimana pada setiap barisan
pinggir mempunyai jarak tanam ½ kali jarak tanam antar barisan. Dengan
demikian, jarak tanam pada legowo 2:1 adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm
(barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong). Modifikasi jarak tanam pada cara
tanam legowo bias dilakukan dengan berbagai pertimbangan, secara umum jarak
tanam yang dipakai adalah 20 cm dan bias dimodifikasi menjadi 22,5 cm atau 25
cm cm sesuai pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau tingkat
kesuburan tanahnya. Jarak tanam untuk padi yang sejenis dengan varietas IR-64,
seperti varietas ciherang cukup dengan jarak tanam 20 cm, sedangkan untuk
varietas padi yang punya penampilan lebih lebat dan tinggi perlu diberi jarak
tanam yang lebih lebar misalnya antara 22,5 – 25 cm. Demikian juga pada tanah
yang kurang subur cukup digunakan jarak tanam 20 cm, sedangkan pada tanah yang
lebih subur perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya 22,5 cm atau
pada tanah yang sangat subur jarak tanamnya 25 cm. Pemilihan ukuran jarak tanam
bertujuan agar mendapatkan hasil yang optimal
Prinsip dari sistem tanam jajar
legowo adalah pemberian kondisi pada setiap barisan tanam padi untuk mengalami
pengaruh sebagai tanaman barisan pinggir. Umumnya tanaman pinggir menunjukkan hasil
lebih tinggi daripada tanaman di bagian dalam barisan. Tanaman pinggir juga
menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik karena kurangnya persaingan tanaman
antar barisan.
2.2.1 Tujuan Jajar
Legowo
Tujuan
system tanam jajar legowo yaitu :
1.Memanfaatkan
sinar matahari bagi tanaman yang berada pada bagian pinggir barisan, semakin
banyak sinar matahari yang mengenai tanaman, maka proses fotosintesis oleh daun
tanaman akan semakin tinggi sehingga akan mendapatkan bobot buah yang lebih
berat.
2.
Mengurangi kemungkinan serangan hama , terutama tikus. Pada lahan yang relative
terbuka, hama tikus kurang suka tinggal didalamnya.
3.Menekan
serangan penyakit. Pada lahan yang relative terbuka, kelembaban akan semakin
berkurang, sehingga serangan penyakit juga akan berkurang..
4.Mempermudah
pelaksanaan pemupukan dan pengendalian hama/penyakit. Posisi orang yang
melaksanakan pemupukan dan pengendalian hama/penyakit bias leluasa pada barisan
kosong diantara dua barisan legowo.
5.
Menambah populasi tanaman. Misal pada legowo 2:1, populasi tanaman akan
bertambah sekitar 30 %. Bertambahnya populasi tanaman akan memberikan harapan
peningkatan produktivitas hasil.
2.1.2 Manfaat
jajar legowo
Manfaat
tanam jajar legowo :
1.
Populasi
tanaman padi meningkat sekitar 24% daripada tanaman tegel.
2.
Meningkatkan
produksi 12 – 22 %.
3.
Memperbaiki
kualitas gabah dengan semakin banyaknya tanaman pinggir.
4.
Mengurangi
tingkat serangan hama dan penyakit.
5.
Memudahkan
perawatan; penyiangan, pemupukan dan penyemprotan pestisida/fungisida.
2.1.3 Paket Teknologi
1.
Benih
padi
Benin padi yang digunakan adalah
varietas unggul berlabel sesuai anjuran setempat dengan kebutuhan benih 25
kg/ha.
2.
Persemaian
Persemaian seluas 5% luas lahan yang
akan ditanami. Pemeliharaan persemaian seperti pada cara tanam padi biasa.
Umur persemaian 25-30 hari.
3.
Pengolahan
tanah
Tanah diolah sempurna (2 kali bajak
dan 2 kali garu), dengan kedalaman olah 15-20 cm. Bersamaan dengan pengolahan tanah dilaksanakan perbaikan pintu pemasukan/
pengeluaran dan perbaikan pematang, jangan sampai ada yang bocor.
4. Pembuatan caren dan saringan
Pembuatan caren palang dan melintang pada saat pengolahan tanah terakhir, lebar 40 – 45 cm dengan kedalaman 25 – 30 cm.
Pada titik persilangan dibuat kolam pengungsian ukuran 1×1 m dengan kedalaman 30 cm. Pada
setiap pintu pemasukan dan pengeluaran air pada setiap petakan dipasang
saringan kawat dan slat pengatur tinggi permukaan air menggunakan bambu.
5.
Penanaman
padi
Cara tanam adalah jajar legowo 2:1 atau 4:1. Pada jajar
legowo 2:1, setiap dua
barisan tanam
terdapat lorong selebar 40 cm, jarak antar barisan 20 cm, tetapi jarak
dalam barisan
lebih rapat yaitu 10 cm. Pada jajar legowo 4:1. setiap empat barisan tanam terdapat lorong selebar 40 cm, jarak antar barisan
20 cm, jarak dalam barisan tengah 20 cm, tetapi jarak dalam barisan
pinggir lebih rapat yaitu 10 cm.
Untuk mengatur jarak tanam digunakan caplak ukuran mata 20
cm. Pada jajar
legowo 2:1
dicaplak satu arah saja, sedangkan pada jajar legowo 4:1 dicaplak kearah memanjang dan memotong.
6.
Pengaturan
air
Pengaturan air macak-macak 3-4 HST. Setelah 10-15 HST (sesudah penyiangan dm pemupukan susulan pertama) air dimasukkan mengikuti
tinggi tanaman.
7.
Pemupukan
Pupuk dasar diberikan secara disebar pada satu tanam padi
dengan dosis 1/3
bagian Urea dan seluruh dosis SP-36. Pupuk susulan pertama diberikan pada umur 15 HST (sesudah penyiangan) dan pupuk susulan kedua pada umur
45 HST. Dosis pupuk sesuai anjuran setempat.
8.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada umur 10-15 HST (sebelum pemberian pupuk susulan pertama) dan
selannjutnya tergantung keadaan gulma.
9.
Pengendalian
hama dan penyakit
Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan sistem
perantauan. Hindari penggunaaa
pestisida.
10. Benih ikan dan penebaran
Jenis ikan yang dianjurkan adalah ikan yang berwarna gelap. Penebaran benih ikan dilakukan pada sore had secara
perlahan-lahan agar ikan
tidak mengalami sires akibat perubahan lingkungan. Ukuran benih yang dianjurkan 5-8 cm dengan
kepadatan 5.000 ekor/ha.
11. Pemeliharaan ikan
Pemeliharaan ikan meliputi pemberian pakan tambahan,
pengelolaan air dan
pengawasan
hams. Pakan tambahan berupa dedak halus 250 kg/ha diberikan secara disebar pada caren, pagi/sore hari.
Lama pemeliharaan
ikan 70-75 hari.
12. Panen
Panen ikan dilakukan 10 hari sebelum panen padi dengan cara mengeringkan petakan sawah, kemudian ikan ditangkap.
2.2 METODE SRI
SRI, kependekan dari System of Rice
Intensification adalah salah satu inovasi metode budidaya padi yang
diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar oleh pastor sekaligus agrikulturis
asal Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang telah bertugas di Madagaskar sejak
1961. Awalnya SRI adalah singkatan dari "Systeme de Riziculture
Intensive" dan pertama kali muncul di jurnal Tropicultura tahun 1993. Di
Madagaskar, hasil metode SRI sangat memuaskan dimana pada beberapa tanah tidak
subur dengan produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI
memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15
ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan
panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani.
Tahun 1990 dibentuk Association Tefy
Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun
kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and
Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan
SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US
Agency for International Development. Saat itu, SRI hanya dikenal setempat dan
penyebarannya terbatas. Sejak akhir 1990-an, SRI mulai mendunia berkat Prof.
Norman Uphoff, mantan direktur CIIFAD.
Tahun 1997, Dr. Norman Uphoff memberikan
presentasi SRI di Bogor, Indonesia; untuk pertama kalinya SRI dipresentasikan
di luar Madagaskar. Tahun 1999, untuk pertama kalinya SRI diuji di luar
Madagaskar yaitu di China dan Indonesia. Pengujian SRI di Indonesia
dilaksanakan oleh Badan Penelitian Tanaman Padi (Indonesian Agency for
Agricultural Research and Development/IAARD) di pusat penelitiannya di
Sukamandi, jawa Barat. Hasil pengujian diperoleh bahwa, panen dengan metode SRI
sebesar 6,2 ton/ha sedangkan hasil dari petak control sebesar 4,1 ton/ha,
sehingga ada peningkatan hasil sebesar 66,12 persen. Sejak itu, SRI diuji coba
di lebih dari 25 negara dengan hasil panen berkisar 7 – 10 ton/ha.
2.2.1 Prinsip budidaya
padi dengan metode SRI
1. Tanam bibit muda berusia antara 7
– 12 hari setelah semai (HSS) ketika bibit masih berdaun 2 (dua) helai.
Penggunaan
bibit muda berkaitan dengan bahwa penggunaan bibit padi yang berumur 5 – 15 HSS
menghasilkan pertumbuhan tanaman lebih cepat karena daya jelajah akar lebih
jauh sehingga perkembangan akar menjadi maksimal pada akhirnya kebutuhan
nutrisi tanaman tercukupi. Selain itu, penggunaan bibit berumur 10 hari, akan
menghasilkan jumlah anakan maksimal 30 – 50 batang dalam setiap rumpunnya.
2. Tanam tunggal atau tanam bibit
satu lubang satu bibit.
Penggunaan
satu bibit per lubang tanam bermanfaat untuk mengurangi kompetisi serta
meningkatkan potensi anakan produktif per rumpun.
3. Jarak tanam lebar.
Jarak
tanam yang lebar dengan lebar, yaitu: 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x 40 cm atau
bahkan lebih. Penggunaan jarak tanam lebar bertujuan untuk meningkatkan jumlah
anakan produktif. Penggunaan jarak tanam yang cukup lebar didasarkan pada
kebutuhan makanan bagi tanaman, mendorong pertumbuhan akar secara maksimal, dan
memaksimalkan sinar matahari yang masuk secara optimal. Selain itu, dengan
menggunakan jarak tanam yang cukup, tanaman dapat tumbuh berkembang dengan baik
dan menghasilkan produksi secara baik pula.
4.
Pindah tanam harus segera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati
agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.
5. Sistem pengairan intermitten atau
sistem pengairan berselang.
Pengairan
teknik berselang, yaitu air di areal pertanaman diatur pada kondisi tergenang
dan kering secara bergantian dalam periode tertentu, dimana pemberian air
maksimum 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah. Padi
merupakan tanaman tumbuh optimal pada tanah yang lembab dan becek sebagai
syarat tumbuh. Untuk itu, tanaman padi sebenarnya tidak perlu air yang melimpah
(penggenangan), namun juga tidak dalam situasi tanah kering. Dengan pengaturan
air yang baik, akan terjaga aerasi tanah yang baik pula dimana aerasi yang baik
adalah syarat tumbuh yang baik bagi tanaman padi. Apabila sawah selalu
digenangi air maka aerasi (siklus udara dalam tanah) tidak masimal sehingga
tanah menjadi asam.
6.
Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2 - 3 kali dengan
interval 10 hari.
7. Penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.
Sedangkan keunggulan dari metode SRI, antara lain:
·
Dengan
sistem pengairan berselang, pemakaian air dapat dihemat hingga 50 persen.
Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen pemberian air maksimum 2 cm
paling baik kondisi macak-macak sekitar 5 mm dan terdapat periode pengeringan
sampai tanah retak (irigasi terputus)
·
Tanam
bibit muda mampu mengurangi stres tanaman saat di pindahtanam.
·
Hemat
biaya, karena hanya membutuhkan benih sebanyak 5 kg/ha, tidak membutuhkan biaya
pencabutan bibit, tidak membutuhkan biaya pindah bibit, meminimalkan tenaga
tanam, dan lain-lain.
·
Hemat
waktu, ditanam pada saat bibit berumur muda yaitu 7 - 12 hari setelah semai
sehingga waktu panen akan lebih awal.
·
Produksi
meningkat, bahkan di beberapa tempat mampu mencapai 11 ton/ha atau bahkan
lebih.
·
Ramah
lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia akan dikurangi dan
digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan MOL), begitu
juga penggunaan pestisida.
2.2.2 TEKNIK BUDIDAYA SRI
Penyiapan dan Pengolahan Lahan
Proses awal pengolahan lahan adalah
dengan dibajak untuk membalikkan tanah dan memecah tanah menjadi
bongkahan-bongkahan juga menghancurkan gulma setelah sebelumnya lahan digenangi
air selama beberapa hari agar tanahnya menjadi lunak. Setelah pembajakan pertama
lahan sawah dibiarkan tergenang beberapa hari dan kemudian dilakukan pembajakan
kedua. Kedalaman dari pelumpuran lahan turut menentukan pertumbuhan tanaman dan
sebaiknya kedalaman pelumpuran tersebut setidaknya mencapai 30 cm. Selain itu
juga dilakukan perbaikan pematang sawah agar lahan sawah tidak bocor dan tidak
ditumbuhi tanaman liar dan untuk menghindari tikus bersarang di pematang sawah.
Pupuk organik (kompos/kandang)
sebagai pupuk dasar dapat ditebarkan sebelum pekerjaan penggaruan sehingga pada
saat digaru pupuk organik (kompos/kandang) dapat bercampur dengan tanah sawah
atau juga dapat ditebar setelah proses pembajakan, sehingga pupuk organik
(kompos/kandang) dapat tercampur dengan tanah sawah secara merata dan tidak
terbuang terbawa aliran air. Penggaruan selain untuk makin memperhalus butiran
tanah sehingga menjadi lumpur juga sekaligus bertujuan untuk meratakan lahan.
Jumlah penggunaan pupuk organik
sebagai pupuk dasar yang ideal adalah sebanyak 1 kg untuk setiap 1 m2 luas
lahan atau sebanyak 10 ton per hektar. Hal ini berkaitan bahwa kebutuhan pupuk
organik pertama setelah menggunakan sistem konvensional adalah 10 ton per
hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman. Setelah kelihatan kondisi
tanah membaik maka pupuk organik dapat berkurang disesuaikan dengan kebutuhan.
Perataan lahan merupakan proses yang
sangat penting karena lahan harus benar-benar rata dan datar sehingga akan
memudahkan dalam pengaturan air nantinya sesuai dengan keperluan. Selanjutnya
area penanaman padi parit keliling dan melintang petak atau dibuat dalam
baris-baris atau petakan yang dipisahkan dengan jalur pengairan/parit dengan
lebar petakan sekitar 2 m untuk memudahkan dan meratakan rembesan air ke
seluruh area tanaman padi dan membuang kelebihan air. Dapat juga letak dan
jumlah parit pembuang disesuaikan dengan bentuk dan ukuran petak, serta dimensi
saluran irigasi.
Persiapan Benih
Untuk mendapatkan benih yang bermutu
baik atau bernas, harus terlebih dahulu diadakan pengujian benih. Pengujian
benih dilakukan dengan cara penyeleksian menggunakan larutan air garam dengan
langkah sebagai berikut:
1. Masukkan air bersih ke dalam ember/panci, kemudian
berikan garam dan aduk sampai larut.
2. Masukkan telur ayam/itik/bebek yang mentah ke dalam
larutan garam ini. Jika telur belum mengapung maka perlu penambahan garam
kembali. Pemberian garam dianggap cukup apabila posisi telur mengapung pada
permukaan larutan garam karena berat jenisnya menjadi lebih rendah daripada air
garam.
3. Masukkan benih padi yang akan diuji ke dalam ember/panci
yang berisi larutan garam. Aduk benih padi selama kira-kira satu menit.
4. Pisahkan benih yang mengambang dengan yang tenggelam.
Benih yang tenggelam adalah benih yang bermutu baik atau bernas.
5. Benih yang baik atau bernas ini, kemudian dicuci dengan
air biasa sampai bersih. Dengan indikasi bila digigit, benih sudah tidak terasa
garam.
Benih yang telah diuji tersebut, kemudian direndam dengan
menggunakan air biasa. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah
sehingga dapat mempercepat benih untuk berkecambah. Perendaman dilakukan selama
24 sampai 48 jam.
Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan
ke dalam karung yang berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk
memberikan udara masuk ke dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempatyang
lembab. Penganginan dilakukan selama 24 jam.
Persemaian Benih
Persemaian dengan metode SRI dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu persemaian pada lahan dan persemaian dengan
media tempat. Persemaian pada lahan adalah persemaian yang langsung dilakukan
di lahan pertanian, seperti pada sistem konvensional. Sedangkan persemaian
dengan media tempat yaitu persemaian yang menggunakan wadah berupa
kotak/besek/wonca/pipiti yang ditempatkan di areal terbuka untuk mendapatkan
sinar matahari.
Pembuatan media persemaian dengan penggunaan wadah ini
dimaksudkan untuk memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan
seluas satu hektar dibutuhkan wadah persemaian dengan ukuran 20 cm x 20 cm
sebanyak 400 – 500 buah. Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan
wadah lain seperti pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Pembuatan media
persemaian dengan menggunakan wadah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Mencampur tanah dengan pupuk organik dengan perbandingan
1:1.
2. Sebelum wadah tempat pembibitan diisi dengan tanah yang
sudah dicampur dengan pupuk organik, terlebih dahulu dilapisi dengan daun
pisang atau plastik dengan tujuan untuk mempermudah pencabutan dan menjaga
kelembaban tanah, kemudian tanah dimasukkan dan disiram dengan air sehingga
tanah menjadi lembab.
3. Tebarkan benih ke dalam wadah. Jumlah benih per wadah
antara 300 – 350 biji.
4. Setelah benih ditabur, kemudian tutup benih dengan arang
sekam sampai rata menutupi benih.
5. Persemaian dapat diletakkan pada tempat-tempat tertentu
yang aman dari gangguan ayam atau binatang lain.
6. Selama masa persemaian, lakukan penyiraman setiap pagi
dan sore apabila tidak turun hujan agar media tetap lembab dan tanaman tetap
segar.
Pada pembuatan media persemaian pada lahan, tanah untuk
penyemaian tidak menggunakan tanah sawah tetapi menggunakan tanah darat yang
gembur yang dicampur dengan pupuk organik/kompos dengan perbandingan 2:1 atau
1:1 dan dapat juga ditambah abu bakar agar medianya semakin gembur sehingga
benih mudah diambil dari penyemaian untuk menghindari putusnya akar. Luas area
untuk penyemaian ideal adalah sekitar 20 m2 untuk setiap 5 kg benih.
Penyemaian yang dilakukan di sawah, tempat penyemaian dibuat
menjadi berupa guludan dengan ketinggian tanah sekitar 15 cm, lebar sekitar 125
cm dan seluruh pinggirannya ditahan dengan papan, triplek atau batang pisang
untuk mencegah erosi. Benih yang sudah ditebar kemudian ditutup lagi dengan
lapisan tipis tanah atau kompos atau abu bakar untuk mempertahankan
kelembabannya kemudian ditutup lagi dengan jerami atau daun kelapa untuk
menghindari dimakan burung dan gangguan dari air hujan sampai tumbuh tunas
dengan tinggi sekitar 1 cm.
Penanaman
Sebelum penanaman terlebih dahulu
dilakukan penyaplakan dengan memakai caplak agar jarak tanam pada areal
persawahan menjadi lurus dan rapi sehingga mudah untuk disiang. Caplak
berfungsi sebagai penggaris dengan jarak tertentu. Variasi jarak tanam
diantaranya: jarak tanam 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau jarak tertentu
lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang dan melebar dimana setiap
pertemuan garis dari hasil penggarisan dengan caplak adalah tempat untuk
penanaman 1 bibit padi.
Bibit ditanam pada umur muda yaitu berumur 7 – 12 hari
setelah semai (hss) atau ketika bibit masih berdaun 2 helai. Pengambilan bibit
pada persemaian di lahan sawah dilakukan dengan hati-hati dengan cara diambil
dengan media tanam (tanah) dengan ketebalan sekitar 10 cm. Pengambilan bibit
pada persemaian tidak dianjurkan dengan cara dicabut/ditarik kemudian diikat
dan ditumpuk. Kemudian kumpulan bibit tersebut ditempatkan dalam suatu wadah
seperti pelepah pisang, potongan bambu atau lainnya untuk memudahkan
memindahkan ke tempat penanaman. Pemindahan dan penanaman harus dilakukan secepat
mungkin dalam waktu kurang dari 30 menit untuk menghindari trauma dan shok.
Sedangkan bibit yang ditanam menggunakan wadah akan lebih mudah membawanya ke
tempat penanaman.
Bibit padi ditanam tunggal atau satu bibit perlubang.
Penanaman harus dangkal dengan kedalaman 1 – 1,5 cm serta bentuk perakaran saat
penanaman horizontal seperti huruf L dengan kondisi tanah sawah saat penanaman
tidak tergenang air.
Penyiangan
Penyiangan (gosrok/matun) dilakukan
dengan mempergunakan alat penyiang seperti gasrok, landak atau rotary weeder
atau dengan alat jenis apapun dengan tujuan untuk membasmi gulma dan sekaligus
penggemburan tanah. Penyiangan dengan gasrok atau mempergunakan rotary weeder,
selain dapat mencabut rumput, juga dapat menggemburkan tanah di celah-celah
tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan agar tercipta kondisi aerob di dalam
tanah yang dapat berpengaruh baik bagi akar-akar tanaman padi yang ada di dalam
tanah.
Penyiangan dilakukan minimal 3 kali. Penyiangan pertama
dilakukan pada saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam (HST) dan selanjutnya
penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 20 HST. Penyiangan ketiga
pada umur 30 HST dan penyiangan keempat pada umur 40 HST.
Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk
mempertahankan status hara dalam tanah, menyediakan dan menambahkan unsur hara
secara seimbang bagi pertumbuhan atau perkembangan tanaman, serta meningkatkan
produktivitas tanaman. Pemupukan untuk menambahkan unsur hara dapat dilakukan
dengan penyemprotan pupuk organik cair (POC) atau dapat juga disebut dengan MOL
(mikroorganisme lokal). Penyemprotan MOL tidak hanya memberikan tambahan unsur
hara ke dalam tanah, tetapi juga menambahkan kelimpahan bakteri pengurai ke
dalam tanah untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan mengurai
hara yang komplek menjadi lebih sederhana agar lebih cepat diserap oleh
tanaman. Selain itu, penyemprotan MOL sebainya di arahkan ke tanah bukan ke
tanaman.
Konsentrasi larutan dalam penyemprotan MOL diharapkan jangan
terlalu pekat untuk menghindari terjadinya proses dekomposisi yang berlebihan
pada tanah yang mengakibatkan akan menguningnya tanaman untuk sementara karena
unsur N yang ada dipergunakan oleh bakteri pengurai untuk aktivitasnya. Proses
dekomposisi yang berlebihan juga akan terjadi bila menggunakan pupuk kandang
atau daun-daunan segar secara langsung ke sawah tanpa proses pengkomposan
terlebih dahulu sehingga tidak baik bila diaplikasikan pada sawah yang sudah
ada tanaman padinya. Tetapi resiko penggunaan MOL atau POC yang berlebihan atau
terlalu pekat tetap akan jauh lebih ringan daripada penggunaan bahan kimia.
Interval penyemprotan MOL dilakukan setiap 10 hari sekali,
dimana penyemprotan MOL kaya kandungan N dapat dilakukan pada usia tanaman padi
10 – 40 hari setelah tanam (HST) tetapi penyemprotan MOL kaya N juga dapat
dilakukan kapanpun apabila diperlukan pada kondisi padi terlihat mengalami
kahat/kekurangan N dengan gejala daun menguning. Penyemprotan MOL yang kaya P
dan K sebanyak 2 atau 3 kali saat tanaman padi sudah memasuki usia sekitar 60
HST untuk memperbaiki kualitas pengisian gabah dengan interval penyemprotan
setiap 10 hari.
Sehingga, penyemprotan dengan MOL dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Penyemprotan I, dilakukan pada saat umur 10 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas dengan
dosis 20 liter/ha.
2. Penyemprotan II, dilakukan pada saat umur 20 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas, dengan
dosis 30 liter/ha.
3. Penyemprotan III, dilakukan pada saat umur 30 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari urine sapi, rebung atau keong mas, dengan
dosis 30 liter/ha.
4. Penyemprotan IV, dilakukan pada saat umur 40 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari batang pisang, dengan dosis 30 liter/ha.
5. Penyemprotan V, dilakukan pada saat umur 50 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari serabut kelapa, dengan dosis 30 liter/ha.
6. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 60 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi dengan
dosis 30 liter/ha.
7. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 70 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi, dengan
dosis 30 liter/ha.
8. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 80 HST, dengan menggunakan
MOL yang terbuat dari terasi, dengan dosis 30 liter/ha.
Pengelolaan Air
Pola pengaturan air dengan
pendekatan teknologi SRI adalah dengan pengairan berselang atau intermitten.
Pengairan berselang adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan
tergenang secara bergantian sesuai fase pertumbuhan tanaman dan kondisi lahan.
Pengairan berselang dapat menghemat pemakaian air antara 15 – 30 persen tanpa
menurunkan hasil panen.
Proses pengelolaan air dengan pengairan berselang dapat
dilakukan sebagai berikut:
1. Tanam bibit dalam kondisi sawah macak-macak (ketinggian
genangan ± 0,5 cm).
2. Pergiliran air dilakukan selang 3 – 5 hari, tinggi
genangan pada hari pertama maksimal 3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari
ke 5. Cara pengairan ini berlangsung sampai fase anakan maksimal.
3. Petakan sawah digenangi mulai dari kondisi macak-macak
(0,5 cm) hingga tinggi genangan 3 cm secara terus-menerus mulai dari fase
pembentukan malai/fase berbunga sampai pengisian biji.
4. Pada saat melakukan pemupukan atau penyemprotan MOL
kondisi sawah tidak tergenang.
5. Sekitar 10 – 15 hari sebelum panen, sawah dikeringkan.
6. Pengecekan kondisi air dapat menggunakan alat sederhana
yaitu pipa dari paralon yang sisi-sisinya dilubangi atau bahan lain yang
ditanam ditanah. Petakan sawah diari apabila permukaan air berada pada pada
kedalaman lebih dari -15.
2.3 SUPRA INSUS
POLA INSUS adalah Intensifikasi yang
dilakukan dengan ikatan kerjasama kelompoktani pada suatu hamparan usahatani
guna memanfaatkan potensi lahan, teknologi, daya dan dana secara optimal.
Tahun 1983-1993 beberap hal yang menonjol adalah :
a. Pengenmbangan INSUS menjadi SUPRA
INSUS menggunakan beberapa jurus teknologi, yang atara lain dengan menggunakan
Pupuk Pelengkap Cair (PPC), Zat pengatur tumbuh (ZPT) dan pemupukan (makro)
yang brimbang.
b. Admisitrasi Prnyuluhan di tingkat
Kabupaten dialihkan dari Dinas Pertanian (Pangan) ke Sekretaris Pelaksana
Harian BIMAS (SPHB).
2.3.1 Paket Teknologi
1. Penggunaan bibit unggul
Pemilihan bibit unggul adalah langkah
pertama yang dilakukan oleh para petani pada sapta usaha tani. Bibit unggul
adalah jenis bibit yang memiliki sifat-sifat menguntungkan bagi peningkatan
produksi pangan. Pemilihan bibit sangat berpengaruh besar pada hasil panen yang
akan dihasilkan nantinya. Berikut ini adalah beberap jenis bibit padi yang
unggul dan berkualitas :
·
IR, dan IR 64
·
PB 5, dan PB 8
·
Bramo
·
Rajalele
·
Cisadane
Pemilihan
bibit unggul juga sangat menunjang akan hasil padi yang dihasilkan nantinya.
Adapun ciri-ciri benih yang baik adalah sebagai
berikut :
o Berlabel
o Bermutu tinggi
o VUTW
( varietas unggul tahan wereng )
o Kemampuan
berproduksi tinggi
2.
Teknik
pengolahan lahan pertanian
Proses
kedua yang dilakukan pada sapta usaha tani adalah pengolahan tanah secara
baik. Mengolah
tanah bertujuan agar tanah yang ditanami dapat menumbuhkan
tanaman secara baik dan membuahkan
hasil yang berlimpah. Sebagai masyarakat
agraris, bangsa Indonesia sejak zaman dahulu
telah mengenal cara-cara mengolah tanah agar mendapatkan hasil pertanian
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Beberpa alat sederhana yang dulu
digunakan
diantaranya : cangkul, garu, garu tangan, bajak, landak, dan lain
sebagainya.
Makin
maju peradaban manusia, makin canggih pula alat alat-alat dan teknik yang
digunakan
untuk mengolah lahan pertanian. Pada zaman yang makin maju
dewasa ini, pemakaian cangkul dan bajak sebagai
alat untuk membalik tanah
agar tanah menjadi gembur telah
diganti dengan pemakaian traktor.
Dengan demikian bercocok tanam di sawah lebih ringan, cepat,
mudah dan hasilnya lebih sempurna. Namun, traktor juga mempunyai dampak
negatif pada tanah yang dibajak, diantaranya: bajak yang terdapat pada traktor
tidak
dapat membalik tanah dengan sempurna dan bahan bakar minyak yang
digunakan pada traktor dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan.
Dikarenakan hasil panen juga
dipengaruhi oleh kondisi tanah maka kita harus memilih
tanah yang baik. Berikut ini adalah
syarat-syarat tanah yang baik adalah:
1.
Memiliki cukup
rongga udara, gembur, dan tidak padat.
2.
Mengandung
banyak unsur organik
3.
Banyak
mengandung mineral dan unsur hara
4.
Mampu menahan
air
5.
Memiliki kadar
asam dan basa tertentu.
3. Pengaturan irigasi
Untuk
meningkatkan produksi perlu diatur sistem irigasi atau pengairan yang baik
karena air merupakan kebutuhan vital bagi tanaman. Selain membantu pertumbuhan
tanaman secara langsung, air bagi lahan petanian juga berfungsi membantu
mengurangi atau menambah kesamaan tanah. Air membantu pelarutan garam-garam
mineral yang sangat diperlukam oleh tumbuhan. Akar tumbuhan menyerap
garam-garam mineral dari dalam tanah dalam bentuk larutan. Pemberian air atau
pengairan pada tumbuhan padi tidak boleh terlalu banyak maupun terlalu sedikit.
Jika air yang diberikan terlalu banyak akan mengakibatkan pupuk atau zat
makanan disekitar tanaman akan hilang terbawa oleh air. Sebaliknya, jika
terlalu sedikit tumbuhan akan mati karena tidak mendapatkan air.
4. Pemupukan
Memberikan pupuk pada tanaman pada prinsipnya adalah memberikan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Secara alamiah, di dalam tanah telah terkandung beberapa unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Namun masih perlu ditambah untuk mandapatkan jumlah unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pemupukan harus dilakukan dengan tepat, baik dalam jumlah pupuk, masa pemupukan maupun jenis pupuknya. Hilangnya unsur hara dalam tanah bukan saja karena diserap oleh tumbuhan, tetapi juga mungkin karena erosi atau pengikisan tanah oleh air. Apabila erosi dibiarkan berlarut-larut, tanah akan menjadi kritis, yaitu tanah tidak lagi mengandung unsur hara sehingga tidak dapat ditanami oleh tumbuhan.
Pupuk dapat digolongkan menjadi beberapa jenis menurut proses terjadinya/cara pembuatanya, menurut asalnya, dan menurut unsur hara yang terdapat/terkandung di dalamnya. Berdasarkan proses terjadinya/proses pembuatannya pupuk dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
Memberikan pupuk pada tanaman pada prinsipnya adalah memberikan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Secara alamiah, di dalam tanah telah terkandung beberapa unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Namun masih perlu ditambah untuk mandapatkan jumlah unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pemupukan harus dilakukan dengan tepat, baik dalam jumlah pupuk, masa pemupukan maupun jenis pupuknya. Hilangnya unsur hara dalam tanah bukan saja karena diserap oleh tumbuhan, tetapi juga mungkin karena erosi atau pengikisan tanah oleh air. Apabila erosi dibiarkan berlarut-larut, tanah akan menjadi kritis, yaitu tanah tidak lagi mengandung unsur hara sehingga tidak dapat ditanami oleh tumbuhan.
Pupuk dapat digolongkan menjadi beberapa jenis menurut proses terjadinya/cara pembuatanya, menurut asalnya, dan menurut unsur hara yang terdapat/terkandung di dalamnya. Berdasarkan proses terjadinya/proses pembuatannya pupuk dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
a.
Pupuk Alami
Pupuk alami adalah pupuk yang
terbentuk atau proses pembuatannya secara alamiah, yakni dari proses pembusukan
yang dilakukan oleh mikroorganisme atau makhluk pengurai(Detrivor)
yangmenguraikan bangkai, sampah, atau kotoran hewan atau manusia menjadi tanah
yang mengandung unsur-unsur hara yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan
tanaman.
b.
Pupuk Buatan
Pupuk buatan adalah pupuk yang
sengaja dibuat di pabrik-pabrik pupuk dan mengandung zat-zat yang sesuai dengan
keperluan pertumbuhan tanaman. Pupuk buatan ini ada yang khusus dibuat untuk
pertumbuhan daun, khusus untuk bunga, atau khusus untuk bunga. Pemakaian pupuk
buatan sangat praktis dan lebih berdaya guna dibandingkan dengan pupuk alami.
Dalam penggunaanya, pupuk buatan dapat diatur seberapa besar zat yang
dibutuhkan oleh tanaman.
5. Pemberantasan hama
Proses
selanjutnya adalah pemberantasan hama,gulma,dan penyakit. Pada prinsipnya
pemberantasaan hama,gulma,dan penyakit bertujuan untuk mencegah tanaman mati
karena diserang oleh hama,gulma, atau penyakit tanaman. Serangan hama dan
penyakit tanaman akan nmenurunkan tingkat produktifitas tanaman bahkan gagal sama
sekali.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Legowo Kata “Legowo” diambil dari bahasa
Jawa yaitu “Lego” dan “Dowo”. Lego artinya luas dan Dowo artinya memanjang.
Legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman
kemudian diselingi oleh satu baris kosong dimana jarak tanam pada barisan
pinggir setengah kali jarak tanam pada baris tengah. Tanam jajar legowo merupakan salah satu komponen PTT padi
yang dapat meningkatkan produksi serta memberikan kemudahan dalam
aplikasi pupuk dan pengendalian organisme penggangu tanaman. Jajar legowo merupakan
cara tanam dengan beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh 1 baris
kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris
tengah.
Ada beberapa tipe cara tanam jajar
legowo yang umum dilakukan yaitu ; tipe legowo 2:1; 3:1; 4:1;
5:1; 6:1 dan tipe lainnya. Berdasarkan hasil jajar legowo
terbaik dalam memberikan hasil gabah tinggi adalah tipe 2:1, dapat meningkatkan
produksi padi sebesar 12-22%. Disamping itu sistem Legowo yang memberikan
ruang yang luas (lorong) sangat cocok dikombinasikan dengan pemeliharaan ikan
(mina padi Legowo).
SRI
merupakan suatu teknik budidaya padi dengan memanfaatkan teknik pengelolaan
tanaman, tanah, air dan unsur hara. Dimana melalui teknologi SRI diharapkan
mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi 50 persen bahkan mampu mencapai
100 persen. Selain itu, teknik budidaya SRI merupakan sistem pertanian yang
ramah lingkungan karena mengutamakan penggunaan bahan organik sehingga mampu
mendukung terhadap pemulihan kondisi lahan yang cenderung mengalami leveling-off.
POLA INSUS adalah Intensifikasi yang
dilakukan dengan ikatan kerjasama kelompoktani pada suatu hamparan usahatani
guna memanfaatkan potensi lahan, teknologi, daya dan dana secara optimal.
isi blognya sangat bermanfaat kak
BalasHapussosis gulung mie