Teknologi Pertanian

| Selasa, 31 Maret 2015

BAB I

PENDAHULUAN



1.1       Latar Belakang

            Teknologi pertanian merupakan penerapan dari ilmu-ilmu terapan dan teknik kegiatan pertanian. Secara ilmiah teknologi pertanian merupakan penerapan prinsip-prinsip matematika dan ilmu pengetahuan alam dalam rangka pendayagunaan secara ekonomis sumberdaya pertanian dan sumberdaya alam untuk kesejahteraan manusia.
Falsafahnya teknologi pertanian merupakan praktik-empirik yang bersifat pragmatik finalistik, dilandasi paham mekanistik-vitalistik dengan penekanan pada objek formal kerekayasaan dalam pembuatan dan penerapan peralatan, bangunan, lingkungan, sistem produksi serta pengolahan dan pengamanan hasil produksi. Objek formal dalam ilmu pertanian budidaya reproduksi berada dalam fokus budidaya, pemeliharaan, pemungutan hasil dari flora dan fauna, peningkatan mutu hasil panen yang diperoleh, penanganan, pengolahan dan pengamanan serta pemasaran hasil. Oleh sebab itu, secara luas cakupan teknologi pertanian meliputi berbagai penerapan ilmu teknik pada cakupan objek formal dari budidaya sampai pemasaran.
Bidang teknologi pertanian secara keilmuan merupakan hibrida dari ilmu teknik dan ilmu pertanian. Sejarah lahirnya ilmu-ilmu dalam lingkup teknologi pertanian dipicu oleh kebutuhan untuk pemenuhan pembukaan dan pengerjaan lahan pertanian secara luas di Amerika Serikat maupun eropa pada pertengahan abad ke-18.  Perkembangan pendidikan tinggi teknologi pertanian di Indonesia yang dimulai awal tahun 1960-an tidak terlepas dari perkembangan pendidikan tinggi teknik dan dan pertanian sejak zaman pendudukan Belanda yang memang secara historis meletakkan dasarnya di Indonesia. Perang dunia I yang terjadi di Eropa telah menyebabkan gangguan hubungan internasional antara lain, armada sulit untuk masuk ke Samudra Hindia sehingga tenaga-tenaga ahli yang sebelumnya banyak didatangkan dari Eropa mengalami kesulitan. Pencetakan tenaga ahli teknik menengah dan tinggi (baik untuk bidang teknik dan pertanian) menjadi kebutuhan oleh pemerintah Hindia Belanda pada waktu pendudukan di Indonesia.] Untuk mencukupi kebutuhan tenaga terampil bidang pertanian, peternakan dan perkebunan yang secara intensif dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Jawa dan Sumatra dalam program cultur stelseels pada awal abad ke-19.  Untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, maka di Bogor (Buitenzorg) didirikan beberapa lembaga pendidikan menengah untuk bidang pertanian dan kedokteran hewan, yakni Middlebare Landbouw Schooll, Middlebare Bosbouw Schooll dan Nederlandssch Indische Veerleeen Schooll.

1.2       Tujuan

1. mengetahui definisi teknlogi pertanian
2. mengetahui teknologi yang diterapkan dalam proses penanaman jenis padi jajar legowo, metodi SRI dan supra insus.



BAB II

PEMBAHASAN



2.1       JAJAR LEGOWO

            Legowo Kata “Legowo” diambil dari bahasa Jawa yaitu “Lego” dan “Dowo”. Lego artinya luas dan Dowo artinya memanjang. Legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh satu baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak tanam pada baris tengah. Tanam jajar legowo merupakan salah satu komponen PTT padi yang  dapat meningkatkan produksi serta memberikan kemudahan dalam aplikasi pupuk dan pengendalian organisme penggangu tanaman. Jajar legowo merupakan cara tanam dengan beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris tengah.
Ada beberapa tipe cara tanam jajar legowo yang umum dilakukan yaitu ; tipe legowo 2:1;  3:1;  4:1;  5:1;  6:1 dan tipe lainnya. Berdasarkan hasil  jajar legowo terbaik dalam memberikan hasil gabah tinggi adalah tipe 2:1, dapat meningkatkan produksi padi sebesar 12-22%.  Disamping itu sistem Legowo yang memberikan ruang yang luas (lorong) sangat cocok dikombinasikan dengan pemeliharaan ikan (mina padi Legowo).
Namun dari hasil penelitian, tipe terbaik untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai oleh legowo 4:1 dan untuk mendapatkan bulir gabah berkualitas dapat dicapai oleh legowo 2:1. Pengertian jajar legowo 4:1 adalah cara tanam yang memiliki empat barisan kemudian diselingi oleh satu barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam ½ kali jarak tanam pada barisan tengah. Dengan demikian, jarak tanam pada legowo 4:1 adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong). Pengertian jajar legowo 2:1 adalah cara tanam yang memiliki dua barisan kemudian diselingi oleh satu barisan kosong, dimana pada setiap barisan pinggir mempunyai jarak tanam ½ kali jarak tanam antar barisan. Dengan demikian, jarak tanam pada legowo 2:1 adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong). Modifikasi jarak tanam pada cara tanam legowo bias dilakukan dengan berbagai pertimbangan, secara umum jarak tanam yang dipakai adalah 20 cm dan bias dimodifikasi menjadi 22,5 cm atau 25 cm cm sesuai pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya. Jarak tanam untuk padi yang sejenis dengan varietas IR-64, seperti varietas ciherang cukup dengan jarak tanam 20 cm, sedangkan untuk varietas padi yang punya penampilan lebih lebat dan tinggi perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya antara 22,5 – 25 cm. Demikian juga pada tanah yang kurang subur cukup digunakan jarak tanam 20 cm, sedangkan pada tanah yang lebih subur perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya 22,5 cm atau pada tanah yang sangat subur jarak tanamnya 25 cm. Pemilihan ukuran jarak tanam bertujuan agar mendapatkan hasil yang optimal
Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah pemberian kondisi pada setiap barisan tanam padi untuk mengalami pengaruh sebagai tanaman barisan pinggir. Umumnya tanaman pinggir menunjukkan hasil lebih tinggi daripada tanaman di bagian dalam barisan. Tanaman pinggir juga menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik karena kurangnya persaingan tanaman antar barisan.

2.2.1 Tujuan Jajar Legowo

 Tujuan system tanam jajar legowo yaitu :
1.Memanfaatkan sinar matahari bagi tanaman yang berada pada bagian pinggir barisan, semakin banyak sinar matahari yang mengenai tanaman, maka proses fotosintesis oleh daun tanaman akan semakin tinggi sehingga akan mendapatkan bobot buah yang lebih berat.
2. Mengurangi kemungkinan serangan hama , terutama tikus. Pada lahan yang relative terbuka, hama tikus kurang suka tinggal didalamnya.
3.Menekan serangan penyakit. Pada lahan yang relative terbuka, kelembaban akan semakin berkurang, sehingga serangan penyakit juga akan berkurang..
4.Mempermudah pelaksanaan pemupukan dan pengendalian hama/penyakit. Posisi orang yang melaksanakan pemupukan dan pengendalian hama/penyakit bias leluasa pada barisan kosong diantara dua barisan legowo.
5. Menambah populasi tanaman. Misal pada legowo 2:1, populasi tanaman akan bertambah sekitar 30 %. Bertambahnya populasi tanaman akan memberikan harapan peningkatan produktivitas hasil.


2.1.2 Manfaat jajar legowo

Manfaat  tanam jajar legowo :
1.      Populasi tanaman padi meningkat sekitar 24% daripada tanaman tegel.
2.      Meningkatkan produksi 12 – 22 %.
3.      Memperbaiki kualitas gabah dengan semakin banyaknya tanaman pinggir.
4.      Mengurangi tingkat serangan hama dan penyakit.
5.      Memudahkan perawatan; penyiangan, pemupukan dan penyemprotan pestisida/fungisida.

2.1.3    Paket Teknologi

1.      Benih padi
Benin padi yang digunakan adalah varietas unggul berlabel sesuai anjuran setempat dengan kebutuhan benih 25 kg/ha.
2.      Persemaian
Persemaian seluas 5% luas lahan yang akan ditanami. Pemeliharaan persemaian seperti pada cara tanam padi biasa. Umur persemaian 25-30 hari.
3.      Pengolahan tanah
            Tanah diolah sempurna (2 kali bajak dan 2 kali garu), dengan kedalaman           olah 15-20       cm. Bersamaan dengan pengolahan tanah dilaksanakan perbaikan pintu pemasukan/ pengeluaran dan perbaikan pematang,        jangan             sampai ada yang bocor.
4.      Pembuatan caren dan saringan
            Pembuatan caren palang dan melintang pada saat pengolahan    tanah terakhir, lebar 40             – 45 cm dengan kedalaman 25 – 30 cm.            Pada titik persilangan dibuat kolam        pengungsian ukuran 1×1 m dengan        kedalaman 30 cm. Pada setiap pintu pemasukan     dan pengeluaran air       pada setiap petakan dipasang saringan kawat dan slat pengatur           tinggi    permukaan air menggunakan bambu.
5.      Penanaman padi
            Cara tanam adalah jajar legowo 2:1 atau 4:1. Pada jajar legowo 2:1,     setiap dua barisan         tanam terdapat lorong selebar 40 cm, jarak antar          barisan 20 cm, tetapi jarak dalam          barisan lebih rapat yaitu 10 cm. Pada    jajar legowo 4:1. setiap empat barisan tanam             terdapat lorong             selebar 40 cm, jarak antar barisan 20 cm, jarak dalam barisan tengah     20 cm, tetapi jarak dalam barisan pinggir lebih rapat yaitu 10 cm.
            Untuk mengatur jarak tanam digunakan caplak ukuran mata 20 cm.       Pada jajar legowo         2:1 dicaplak satu arah saja, sedangkan pada jajar            legowo 4:1 dicaplak kearah      memanjang dan memotong.



6.      Pengaturan air
            Pengaturan air macak-macak 3-4 HST. Setelah 10-15 HST      (sesudah penyiangan dm           pemupukan susulan pertama) air      dimasukkan mengikuti tinggi tanaman.
7.      Pemupukan
            Pupuk dasar diberikan secara disebar pada satu tanam padi dengan       dosis 1/3 bagian            Urea dan seluruh dosis SP-36. Pupuk susulan      pertama            diberikan pada umur 15 HST    (sesudah penyiangan) dan         pupuk susulan kedua pada umur 45 HST. Dosis pupuk            sesuai anjuran   setempat.
8.      Penyiangan
            Penyiangan dilakukan pada umur 10-15 HST (sebelum pemberian         pupuk susulan pertama) dan selannjutnya tergantung keadaan gulma.
9.      Pengendalian hama dan penyakit
            Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan sistem perantauan.          Hindari penggunaaa pestisida.
10.  Benih ikan dan penebaran
            Jenis ikan yang dianjurkan adalah ikan yang berwarna gelap.      Penebaran benih ikan    dilakukan pada sore had secara perlahan-lahan agar        ikan tidak mengalami sires akibat           perubahan lingkungan. Ukuran benih     yang dianjurkan 5-8 cm dengan kepadatan 5.000      ekor/ha.
11.  Pemeliharaan ikan
            Pemeliharaan ikan meliputi pemberian pakan tambahan, pengelolaan      air dan pengawasan hams. Pakan tambahan berupa dedak halus 250 kg/ha diberikan secara           disebar pada caren, pagi/sore hari. Lama           pemeliharaan ikan 70-75 hari.
12.  Panen
            Panen ikan dilakukan 10 hari sebelum panen padi dengan          cara mengeringkan petakan       sawah, kemudian ikan ditangkap.

2.2       METODE SRI

SRI, kependekan dari System of Rice Intensification adalah salah satu inovasi metode budidaya padi yang diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar oleh pastor sekaligus agrikulturis asal Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang telah bertugas di Madagaskar sejak 1961. Awalnya SRI adalah singkatan dari "Systeme de Riziculture Intensive" dan pertama kali muncul di jurnal Tropicultura tahun 1993. Di Madagaskar, hasil metode SRI sangat memuaskan dimana pada beberapa tanah tidak subur dengan produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani.
Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. Saat itu, SRI hanya dikenal setempat dan penyebarannya terbatas. Sejak akhir 1990-an, SRI mulai mendunia berkat Prof. Norman Uphoff, mantan direktur CIIFAD.
Tahun 1997, Dr. Norman Uphoff memberikan presentasi SRI di Bogor, Indonesia; untuk pertama kalinya SRI dipresentasikan di luar Madagaskar. Tahun 1999, untuk pertama kalinya SRI diuji di luar Madagaskar yaitu di China dan Indonesia. Pengujian SRI di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Penelitian Tanaman Padi (Indonesian Agency for Agricultural Research and Development/IAARD) di pusat penelitiannya di Sukamandi, jawa Barat. Hasil pengujian diperoleh bahwa, panen dengan metode SRI sebesar 6,2 ton/ha sedangkan hasil dari petak control sebesar 4,1 ton/ha, sehingga ada peningkatan hasil sebesar 66,12 persen. Sejak itu, SRI diuji coba di lebih dari 25 negara dengan hasil panen berkisar 7 – 10 ton/ha.

2.2.1 Prinsip budidaya padi dengan metode SRI

1. Tanam bibit muda berusia antara 7 – 12 hari setelah semai (HSS) ketika bibit masih berdaun 2 (dua) helai.
Penggunaan bibit muda berkaitan dengan bahwa penggunaan bibit padi yang berumur 5 – 15 HSS menghasilkan pertumbuhan tanaman lebih cepat karena daya jelajah akar lebih jauh sehingga perkembangan akar menjadi maksimal pada akhirnya kebutuhan nutrisi tanaman tercukupi. Selain itu, penggunaan bibit berumur 10 hari, akan menghasilkan jumlah anakan maksimal 30 – 50 batang dalam setiap rumpunnya.
2. Tanam tunggal atau tanam bibit satu lubang satu bibit.
Penggunaan satu bibit per lubang tanam bermanfaat untuk mengurangi kompetisi serta meningkatkan potensi anakan produktif per rumpun.
3. Jarak tanam lebar.
Jarak tanam yang lebar dengan lebar, yaitu: 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x 40 cm atau bahkan lebih. Penggunaan jarak tanam lebar bertujuan untuk meningkatkan jumlah anakan produktif. Penggunaan jarak tanam yang cukup lebar didasarkan pada kebutuhan makanan bagi tanaman, mendorong pertumbuhan akar secara maksimal, dan memaksimalkan sinar matahari yang masuk secara optimal. Selain itu, dengan menggunakan jarak tanam yang cukup, tanaman dapat tumbuh berkembang dengan baik dan menghasilkan produksi secara baik pula.
4. Pindah tanam harus segera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.
5. Sistem pengairan intermitten atau sistem pengairan berselang.
Pengairan teknik berselang, yaitu air di areal pertanaman diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian dalam periode tertentu, dimana pemberian air maksimum 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah. Padi merupakan tanaman tumbuh optimal pada tanah yang lembab dan becek sebagai syarat tumbuh. Untuk itu, tanaman padi sebenarnya tidak perlu air yang melimpah (penggenangan), namun juga tidak dalam situasi tanah kering. Dengan pengaturan air yang baik, akan terjaga aerasi tanah yang baik pula dimana aerasi yang baik adalah syarat tumbuh yang baik bagi tanaman padi. Apabila sawah selalu digenangi air maka aerasi (siklus udara dalam tanah) tidak masimal sehingga tanah menjadi asam.
6. Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2 - 3 kali dengan interval 10 hari.
7. Penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.
Sedangkan keunggulan dari metode SRI, antara lain:
·        Dengan sistem pengairan berselang, pemakaian air dapat dihemat hingga 50 persen. Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen pemberian air maksimum 2 cm paling baik kondisi macak-macak sekitar 5 mm dan terdapat periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus)
·        Tanam bibit muda mampu mengurangi stres tanaman saat di pindahtanam.
·        Hemat biaya, karena hanya membutuhkan benih sebanyak 5 kg/ha, tidak membutuhkan biaya pencabutan bibit, tidak membutuhkan biaya pindah bibit, meminimalkan tenaga tanam, dan lain-lain.
·        Hemat waktu, ditanam pada saat bibit berumur muda yaitu 7 - 12 hari setelah semai sehingga waktu panen akan lebih awal.
·        Produksi meningkat, bahkan di beberapa tempat mampu mencapai 11 ton/ha atau bahkan lebih.
·        Ramah lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia akan dikurangi dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan MOL), begitu juga penggunaan pestisida.

2.2.2    TEKNIK BUDIDAYA SRI

Penyiapan dan Pengolahan Lahan
Proses awal pengolahan lahan adalah dengan dibajak untuk membalikkan tanah dan memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan juga menghancurkan gulma setelah sebelumnya lahan digenangi air selama beberapa hari agar tanahnya menjadi lunak. Setelah pembajakan pertama lahan sawah dibiarkan tergenang beberapa hari dan kemudian dilakukan pembajakan kedua. Kedalaman dari pelumpuran lahan turut menentukan pertumbuhan tanaman dan sebaiknya kedalaman pelumpuran tersebut setidaknya mencapai 30 cm. Selain itu juga dilakukan perbaikan pematang sawah agar lahan sawah tidak bocor dan tidak ditumbuhi tanaman liar dan untuk menghindari tikus bersarang di pematang sawah.
Pupuk organik (kompos/kandang) sebagai pupuk dasar dapat ditebarkan sebelum pekerjaan penggaruan sehingga pada saat digaru pupuk organik (kompos/kandang) dapat bercampur dengan tanah sawah atau juga dapat ditebar setelah proses pembajakan, sehingga pupuk organik (kompos/kandang) dapat tercampur dengan tanah sawah secara merata dan tidak terbuang terbawa aliran air. Penggaruan selain untuk makin memperhalus butiran tanah sehingga menjadi lumpur juga sekaligus bertujuan untuk meratakan lahan.
Jumlah penggunaan pupuk organik sebagai pupuk dasar yang ideal adalah sebanyak 1 kg untuk setiap 1 m2 luas lahan atau sebanyak 10 ton per hektar. Hal ini berkaitan bahwa kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik dapat berkurang disesuaikan dengan kebutuhan.
Perataan lahan merupakan proses yang sangat penting karena lahan harus benar-benar rata dan datar sehingga akan memudahkan dalam pengaturan air nantinya sesuai dengan keperluan. Selanjutnya area penanaman padi parit keliling dan melintang petak atau dibuat dalam baris-baris atau petakan yang dipisahkan dengan jalur pengairan/parit dengan lebar petakan sekitar 2 m untuk memudahkan dan meratakan rembesan air ke seluruh area tanaman padi dan membuang kelebihan air. Dapat juga letak dan jumlah parit pembuang disesuaikan dengan bentuk dan ukuran petak, serta dimensi saluran irigasi.
Persiapan Benih
Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas, harus terlebih dahulu diadakan pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan cara penyeleksian menggunakan larutan air garam dengan langkah sebagai berikut:
1. Masukkan air bersih ke dalam ember/panci, kemudian berikan garam dan aduk sampai larut.
2. Masukkan telur ayam/itik/bebek yang mentah ke dalam larutan garam ini. Jika telur belum mengapung maka perlu penambahan garam kembali. Pemberian garam dianggap cukup apabila posisi telur mengapung pada permukaan larutan garam karena berat jenisnya menjadi lebih rendah daripada air garam.
3. Masukkan benih padi yang akan diuji ke dalam ember/panci yang berisi larutan garam. Aduk benih padi selama kira-kira satu menit.
4. Pisahkan benih yang mengambang dengan yang tenggelam. Benih yang tenggelam adalah benih yang bermutu baik atau bernas.
5. Benih yang baik atau bernas ini, kemudian dicuci dengan air biasa sampai bersih. Dengan indikasi bila digigit, benih sudah tidak terasa garam.
Benih yang telah diuji tersebut, kemudian direndam dengan menggunakan air biasa. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat mempercepat benih untuk berkecambah. Perendaman dilakukan selama 24 sampai 48 jam.
Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam karung yang berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk ke dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempatyang lembab. Penganginan dilakukan selama 24 jam.
Persemaian Benih
Persemaian dengan metode SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persemaian pada lahan dan persemaian dengan media tempat. Persemaian pada lahan adalah persemaian yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada sistem konvensional. Sedangkan persemaian dengan media tempat yaitu persemaian yang menggunakan wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti yang ditempatkan di areal terbuka untuk mendapatkan sinar matahari.
Pembuatan media persemaian dengan penggunaan wadah ini dimaksudkan untuk memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan seluas satu hektar dibutuhkan wadah persemaian dengan ukuran 20 cm x 20 cm sebanyak 400 – 500 buah. Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan wadah lain seperti pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Pembuatan media persemaian dengan menggunakan wadah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mencampur tanah dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1.
2. Sebelum wadah tempat pembibitan diisi dengan tanah yang sudah dicampur dengan pupuk organik, terlebih dahulu dilapisi dengan daun pisang atau plastik dengan tujuan untuk mempermudah pencabutan dan menjaga kelembaban tanah, kemudian tanah dimasukkan dan disiram dengan air sehingga tanah menjadi lembab.
3. Tebarkan benih ke dalam wadah. Jumlah benih per wadah antara 300 – 350 biji.
4. Setelah benih ditabur, kemudian tutup benih dengan arang sekam sampai rata menutupi benih.
5. Persemaian dapat diletakkan pada tempat-tempat tertentu yang aman dari gangguan ayam atau binatang lain.
6. Selama masa persemaian, lakukan penyiraman setiap pagi dan sore apabila tidak turun hujan agar media tetap lembab dan tanaman tetap segar.
Pada pembuatan media persemaian pada lahan, tanah untuk penyemaian tidak menggunakan tanah sawah tetapi menggunakan tanah darat yang gembur yang dicampur dengan pupuk organik/kompos dengan perbandingan 2:1 atau 1:1 dan dapat juga ditambah abu bakar agar medianya semakin gembur sehingga benih mudah diambil dari penyemaian untuk menghindari putusnya akar. Luas area untuk penyemaian ideal adalah sekitar 20 m2 untuk setiap 5 kg benih.
Penyemaian yang dilakukan di sawah, tempat penyemaian dibuat menjadi berupa guludan dengan ketinggian tanah sekitar 15 cm, lebar sekitar 125 cm dan seluruh pinggirannya ditahan dengan papan, triplek atau batang pisang untuk mencegah erosi. Benih yang sudah ditebar kemudian ditutup lagi dengan lapisan tipis tanah atau kompos atau abu bakar untuk mempertahankan kelembabannya kemudian ditutup lagi dengan jerami atau daun kelapa untuk menghindari dimakan burung dan gangguan dari air hujan sampai tumbuh tunas dengan tinggi sekitar 1 cm.
Penanaman
Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan penyaplakan dengan memakai caplak agar jarak tanam pada areal persawahan menjadi lurus dan rapi sehingga mudah untuk disiang. Caplak berfungsi sebagai penggaris dengan jarak tertentu. Variasi jarak tanam diantaranya: jarak tanam 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau jarak tertentu lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang dan melebar dimana setiap pertemuan garis dari hasil penggarisan dengan caplak adalah tempat untuk penanaman 1 bibit padi.
Bibit ditanam pada umur muda yaitu berumur 7 – 12 hari setelah semai (hss) atau ketika bibit masih berdaun 2 helai. Pengambilan bibit pada persemaian di lahan sawah dilakukan dengan hati-hati dengan cara diambil dengan media tanam (tanah) dengan ketebalan sekitar 10 cm. Pengambilan bibit pada persemaian tidak dianjurkan dengan cara dicabut/ditarik kemudian diikat dan ditumpuk. Kemudian kumpulan bibit tersebut ditempatkan dalam suatu wadah seperti pelepah pisang, potongan bambu atau lainnya untuk memudahkan memindahkan ke tempat penanaman. Pemindahan dan penanaman harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu kurang dari 30 menit untuk menghindari trauma dan shok. Sedangkan bibit yang ditanam menggunakan wadah akan lebih mudah membawanya ke tempat penanaman.
Bibit padi ditanam tunggal atau satu bibit perlubang. Penanaman harus dangkal dengan kedalaman 1 – 1,5 cm serta bentuk perakaran saat penanaman horizontal seperti huruf L dengan kondisi tanah sawah saat penanaman tidak tergenang air.
Penyiangan
Penyiangan (gosrok/matun) dilakukan dengan mempergunakan alat penyiang seperti gasrok, landak atau rotary weeder atau dengan alat jenis apapun dengan tujuan untuk membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah. Penyiangan dengan gasrok atau mempergunakan rotary weeder, selain dapat mencabut rumput, juga dapat menggemburkan tanah di celah-celah tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan agar tercipta kondisi aerob di dalam tanah yang dapat berpengaruh baik bagi akar-akar tanaman padi yang ada di dalam tanah.
Penyiangan dilakukan minimal 3 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam (HST) dan selanjutnya penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur 30 HST dan penyiangan keempat pada umur 40 HST.
Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mempertahankan status hara dalam tanah, menyediakan dan menambahkan unsur hara secara seimbang bagi pertumbuhan atau perkembangan tanaman, serta meningkatkan produktivitas tanaman. Pemupukan untuk menambahkan unsur hara dapat dilakukan dengan penyemprotan pupuk organik cair (POC) atau dapat juga disebut dengan MOL (mikroorganisme lokal). Penyemprotan MOL tidak hanya memberikan tambahan unsur hara ke dalam tanah, tetapi juga menambahkan kelimpahan bakteri pengurai ke dalam tanah untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan mengurai hara yang komplek menjadi lebih sederhana agar lebih cepat diserap oleh tanaman. Selain itu, penyemprotan MOL sebainya di arahkan ke tanah bukan ke tanaman.
Konsentrasi larutan dalam penyemprotan MOL diharapkan jangan terlalu pekat untuk menghindari terjadinya proses dekomposisi yang berlebihan pada tanah yang mengakibatkan akan menguningnya tanaman untuk sementara karena unsur N yang ada dipergunakan oleh bakteri pengurai untuk aktivitasnya. Proses dekomposisi yang berlebihan juga akan terjadi bila menggunakan pupuk kandang atau daun-daunan segar secara langsung ke sawah tanpa proses pengkomposan terlebih dahulu sehingga tidak baik bila diaplikasikan pada sawah yang sudah ada tanaman padinya. Tetapi resiko penggunaan MOL atau POC yang berlebihan atau terlalu pekat tetap akan jauh lebih ringan daripada penggunaan bahan kimia.
Interval penyemprotan MOL dilakukan setiap 10 hari sekali, dimana penyemprotan MOL kaya kandungan N dapat dilakukan pada usia tanaman padi 10 – 40 hari setelah tanam (HST) tetapi penyemprotan MOL kaya N juga dapat dilakukan kapanpun apabila diperlukan pada kondisi padi terlihat mengalami kahat/kekurangan N dengan gejala daun menguning. Penyemprotan MOL yang kaya P dan K sebanyak 2 atau 3 kali saat tanaman padi sudah memasuki usia sekitar 60 HST untuk memperbaiki kualitas pengisian gabah dengan interval penyemprotan setiap 10 hari.
Sehingga, penyemprotan dengan MOL dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Penyemprotan I, dilakukan pada saat umur 10 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas dengan dosis 20 liter/ha.
2. Penyemprotan II, dilakukan pada saat umur 20 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas, dengan dosis 30 liter/ha.
3. Penyemprotan III, dilakukan pada saat umur 30 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari urine sapi, rebung atau keong mas, dengan dosis 30 liter/ha.
4. Penyemprotan IV, dilakukan pada saat umur 40 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari batang pisang, dengan dosis 30 liter/ha.
5. Penyemprotan V, dilakukan pada saat umur 50 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari serabut kelapa, dengan dosis 30 liter/ha.
6. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 60 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi dengan dosis 30 liter/ha.
7. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 70 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau nasi, dengan dosis 30 liter/ha.
8. Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 80 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari terasi, dengan dosis 30 liter/ha.

 Pengelolaan Air
Pola pengaturan air dengan pendekatan teknologi SRI adalah dengan pengairan berselang atau intermitten. Pengairan berselang adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase pertumbuhan tanaman dan kondisi lahan. Pengairan berselang dapat menghemat pemakaian air antara 15 – 30 persen tanpa menurunkan hasil panen.
Proses pengelolaan air dengan pengairan berselang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Tanam bibit dalam kondisi sawah macak-macak (ketinggian genangan ± 0,5 cm).
2. Pergiliran air dilakukan selang 3 – 5 hari, tinggi genangan pada hari pertama maksimal 3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari ke 5. Cara pengairan ini berlangsung sampai fase anakan maksimal.
3. Petakan sawah digenangi mulai dari kondisi macak-macak (0,5 cm) hingga tinggi genangan 3 cm secara terus-menerus mulai dari fase pembentukan malai/fase berbunga sampai pengisian biji.
4. Pada saat melakukan pemupukan atau penyemprotan MOL kondisi sawah tidak tergenang.
5. Sekitar 10 – 15 hari sebelum panen, sawah dikeringkan.
6. Pengecekan kondisi air dapat menggunakan alat sederhana yaitu pipa dari paralon yang sisi-sisinya dilubangi atau bahan lain yang ditanam ditanah. Petakan sawah diari apabila permukaan air berada pada pada kedalaman lebih dari -15.

2.3 SUPRA INSUS

POLA INSUS adalah Intensifikasi yang dilakukan dengan ikatan kerjasama kelompoktani pada suatu hamparan usahatani guna memanfaatkan potensi lahan, teknologi, daya dan dana secara optimal.
Tahun 1983-1993 beberap hal yang menonjol adalah :
a.       Pengenmbangan INSUS menjadi SUPRA INSUS menggunakan beberapa jurus teknologi, yang atara lain dengan menggunakan Pupuk Pelengkap Cair (PPC), Zat pengatur tumbuh (ZPT) dan pemupukan (makro) yang brimbang.
b.      Admisitrasi Prnyuluhan di tingkat Kabupaten dialihkan dari Dinas Pertanian (Pangan) ke Sekretaris Pelaksana Harian BIMAS (SPHB).

2.3.1 Paket Teknologi

1.      Penggunaan bibit unggul
Pemilihan bibit unggul adalah langkah pertama yang dilakukan oleh para petani pada sapta usaha tani. Bibit unggul adalah jenis bibit yang memiliki sifat-sifat menguntungkan bagi peningkatan produksi pangan. Pemilihan bibit sangat berpengaruh besar pada hasil panen yang akan dihasilkan nantinya. Berikut ini adalah beberap jenis bibit padi yang unggul dan berkualitas :
·        IR, dan IR 64
·        PB 5, dan PB 8
·        Bramo
·        Rajalele
·        Cisadane
            Pemilihan bibit unggul juga sangat menunjang akan hasil padi yang dihasilkan      nantinya.  Adapun  ciri-ciri benih yang baik adalah sebagai berikut :
o   Berlabel
o   Bermutu tinggi
o   VUTW ( varietas unggul tahan wereng )
o   Kemampuan berproduksi tinggi

2.      Teknik pengolahan lahan pertanian
            Proses kedua yang dilakukan pada sapta usaha tani adalah pengolahan tanah     secara baik.      Mengolah tanah bertujuan agar tanah yang ditanami dapat           menumbuhkan tanaman secara baik dan membuahkan hasil yang             berlimpah. Sebagai masyarakat agraris, bangsa Indonesia          sejak zaman      dahulu telah mengenal cara-cara mengolah tanah agar mendapatkan hasil             pertanian untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Beberpa alat sederhana yang     dulu      digunakan diantaranya : cangkul, garu, garu tangan, bajak, landak, dan   lain sebagainya.
            Makin maju peradaban manusia, makin canggih pula alat alat-alat dan teknik      yang     digunakan untuk mengolah lahan pertanian. Pada zaman yang makin           maju dewasa ini,           pemakaian cangkul dan bajak sebagai alat untuk             membalik          tanah agar tanah menjadi           gembur telah diganti dengan      pemakaian traktor. Dengan demikian bercocok tanam di sawah       lebih ringan,      cepat, mudah dan hasilnya lebih sempurna. Namun, traktor juga mempunyai       dampak negatif pada tanah yang dibajak, diantaranya: bajak yang terdapat pada            traktor tidak dapat membalik tanah dengan sempurna dan bahan bakar minyak       yang digunakan             pada traktor dapat menyebabkan pencemaran      lingkungan.
            Dikarenakan hasil panen juga dipengaruhi oleh kondisi tanah maka kita harus     memilih tanah    yang baik. Berikut ini adalah syarat-syarat tanah yang baik             adalah:
1.      Memiliki cukup rongga udara, gembur, dan tidak padat.
2.      Mengandung banyak unsur organik
3.      Banyak mengandung mineral dan unsur hara
4.      Mampu menahan air
5.      Memiliki kadar asam dan basa tertentu.

3.      Pengaturan irigasi
Untuk meningkatkan produksi perlu diatur sistem irigasi atau pengairan yang baik karena air merupakan kebutuhan vital bagi tanaman. Selain membantu pertumbuhan tanaman secara langsung, air bagi lahan petanian juga berfungsi membantu mengurangi atau menambah kesamaan tanah. Air membantu pelarutan garam-garam mineral yang sangat diperlukam oleh tumbuhan. Akar tumbuhan menyerap garam-garam mineral dari dalam tanah dalam bentuk larutan. Pemberian air atau pengairan pada tumbuhan padi tidak boleh terlalu banyak maupun terlalu sedikit. Jika air yang diberikan terlalu banyak akan mengakibatkan pupuk atau zat makanan disekitar tanaman akan hilang terbawa oleh air. Sebaliknya, jika terlalu sedikit tumbuhan akan mati karena tidak mendapatkan air.

4.      Pemupukan
Memberikan pupuk pada tanaman pada prinsipnya adalah memberikan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Secara alamiah, di dalam tanah telah terkandung beberapa unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Namun masih perlu ditambah untuk mandapatkan jumlah unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pemupukan harus dilakukan dengan tepat, baik dalam jumlah pupuk, masa pemupukan maupun jenis pupuknya. Hilangnya unsur hara dalam tanah bukan saja karena diserap oleh tumbuhan, tetapi juga mungkin karena erosi atau pengikisan tanah oleh air. Apabila erosi dibiarkan berlarut-larut, tanah akan menjadi kritis, yaitu tanah tidak lagi mengandung unsur hara sehingga tidak dapat ditanami oleh tumbuhan.
Pupuk dapat digolongkan menjadi beberapa jenis menurut proses terjadinya/cara pembuatanya, menurut asalnya, dan menurut unsur hara yang terdapat/terkandung di dalamnya. Berdasarkan proses terjadinya/proses pembuatannya pupuk dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a.       Pupuk Alami
Pupuk alami adalah pupuk yang terbentuk atau proses pembuatannya secara alamiah, yakni dari proses pembusukan yang dilakukan oleh mikroorganisme atau makhluk pengurai(Detrivor) yangmenguraikan bangkai, sampah, atau kotoran hewan atau manusia menjadi tanah yang mengandung unsur-unsur hara yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan tanaman.
b.      Pupuk Buatan
Pupuk buatan adalah pupuk yang sengaja dibuat di pabrik-pabrik pupuk dan mengandung zat-zat yang sesuai dengan keperluan pertumbuhan tanaman. Pupuk buatan ini ada yang khusus dibuat untuk pertumbuhan daun, khusus untuk bunga, atau khusus untuk bunga. Pemakaian pupuk buatan sangat praktis dan lebih berdaya guna dibandingkan dengan pupuk alami. Dalam penggunaanya, pupuk buatan dapat diatur seberapa besar zat yang dibutuhkan oleh tanaman.

5.      Pemberantasan hama
Proses selanjutnya adalah pemberantasan hama,gulma,dan penyakit. Pada prinsipnya pemberantasaan hama,gulma,dan penyakit bertujuan untuk mencegah tanaman mati karena diserang oleh hama,gulma, atau penyakit tanaman. Serangan hama dan penyakit tanaman akan nmenurunkan tingkat produktifitas tanaman bahkan gagal sama sekali.









BAB III

PENUTUP


3.1 Kesimpulan

            Legowo Kata “Legowo” diambil dari bahasa Jawa yaitu “Lego” dan “Dowo”. Lego artinya luas dan Dowo artinya memanjang. Legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh satu baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak tanam pada baris tengah. Tanam jajar legowo merupakan salah satu komponen PTT padi yang  dapat meningkatkan produksi serta memberikan kemudahan dalam aplikasi pupuk dan pengendalian organisme penggangu tanaman. Jajar legowo merupakan cara tanam dengan beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris tengah.
Ada beberapa tipe cara tanam jajar legowo yang umum dilakukan yaitu ; tipe legowo 2:1;  3:1;  4:1;  5:1;  6:1 dan tipe lainnya. Berdasarkan hasil  jajar legowo terbaik dalam memberikan hasil gabah tinggi adalah tipe 2:1, dapat meningkatkan produksi padi sebesar 12-22%.  Disamping itu sistem Legowo yang memberikan ruang yang luas (lorong) sangat cocok dikombinasikan dengan pemeliharaan ikan (mina padi Legowo).
            SRI merupakan suatu teknik budidaya padi dengan memanfaatkan teknik pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara. Dimana melalui teknologi SRI diharapkan mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi 50 persen bahkan mampu mencapai 100 persen. Selain itu, teknik budidaya SRI merupakan sistem pertanian yang ramah lingkungan karena mengutamakan penggunaan bahan organik sehingga mampu mendukung terhadap pemulihan kondisi lahan yang cenderung mengalami leveling-off.


POLA INSUS adalah Intensifikasi yang dilakukan dengan ikatan kerjasama kelompoktani pada suatu hamparan usahatani guna memanfaatkan potensi lahan, teknologi, daya dan dana secara optimal.

1 komentar:

Next Prev
▲Top▲